Adabiyah School bermula dari Madrasah Adabiah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909
Sambungan artikel PERTAMA
KETIKA La Oddang Datu Larompong, Arung Matoa Wajo ke-47,
memerintah Wajo dari tahun 1926-1933, beliau memiliki pengetahuan agama yang
dalam, karena sejak kecil dididik oleh orangtuanya dalam masalah keagamaan.
Beliau disifatkan sering bergaul dengan para ulama seperti, Haji Makkatu,
seorang ulama yang sangat tegas dalam memberantas segala kemungkaran dan
merintis pengajian yang bersifat kalsikal di Tosora, juga beliau dekat dengan
Haji Muhammad As’ad, seorang Ulama Bugis yang lahir di Makkah, ke Wajo pada tahun
1928, sangat berjasa dalam mengembangkan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan
dengan mencetak para ulama berkaliber nasional dan internasional.
Anre Gurutta (AG) Haji Muhammad As’ad memulai pendidikan
dengan memberikan pengajian rutin di rumahnya atau di masjid dengan sistem
halakah. Materi utamanya dititik-beratkan pada akidah dan hukum syariah.
Semakin lama berjalan, pengajiannya semakin terkenal dan didatangi para santri
yang dari perbagi penjuru sehingga sistem halakah (mangaji tudang) tidak cocok
lagi. Bulan Mei 1930 beliau membuka sistem pendidikan formal dengan bentuk
madrasah atau sekolah formal klasikal di samping Masjid Jami’ Sengkang yang
diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI). Dua tahun kemudian dibangunlah
gedung sekolah secara permanen di samping masjid atas bantuan pemerintah
kerajaan Wajo bersama tokoh masyarakat. Beliau juga sebagai aktor dan pelopor
pemurnian ajaran Islam dan pembaruan sistem pendidikan Islam modern melaui
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang berpusat di Sengkang. (Ilham Kadir,
Jejak Dakwah KH. Lanre Said, Ulama Pejuang dari DI/TII hingga Era Reformasi,
2010).
Para alummni MAI Sengkang, bertebaran mendirikan lembaga
pendidikan Islam bercorak pesantren dengan sistem klasikal (modern) di berbagai
daerah. Seperti AG. H. Abdurrahman Ambo Dalle mendirikan MAI Mangkoso lalu
bersama AG. H. Daud Ismail dan AG. H. M. Pabbajah mendirikan Darul Da’wah wal
Irsyad (DDI). AG. H. Daud Ismail juga mendirikan Pesantren Yasrib di
Watangsoppeng. AG. H. Junaid Sulaiman mendirikan Pesantren Ma’had Hadits di
Watangpone, AG. H. Abd. Muin Yusuf mendirikan Pesantren Al Urwatul Wutsqa di
Benteng Rappang, dengan sistem pendidikan dan pemahaman yang secara umum hampir
sama karena berafiliasai pada mazhab syafi’i sebagaimana pemahaman Gurutta H.
M. As’ad sendiri, kecuali KH. Lanre Said yang Mendirikan Pondok Pesantren Darul
Huffadh di Tuju-tuju, Bone, dan KH. Marzuki Hasan pendiri Pondok Pesantren
Darul Istiqamah Maccopa-Maros dan Sinjai memiliki sistem dan pemahaman yang
berbeda karena tidak berpegang kepada salah satu mazhab.
Adapun AG. H. Hamzah Manguluang selain mendirikan pesantren
Babul Khaer di Bulukumba, beliau juga menjadi penulis produktif, di antara
tulisannya yang sangat spektakuler adalah tafsir al-Qur’an 30 Juz lengkap
dengan menggunakan bahasa Bugis, dan inilah salah satu tafsir berbahasa daerah
terlengkap pertama kali di nusantara.Demikian pula di Kerajaan Bone, berkat
bantuan Andi Mappanyukki alias Petta Mangkau Bone, pada tahun 1929 didirikan
sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Amirah di Watampone. Pimpinannya
ialah Abdul Aziz Asy-Syimie berasal dari Mesir, tahun 1935 pimpinan madrasah
beralih ke tangan Ustaz Abdul Hamid al-Misyrie dan selanjutnya digantikan oleh
Ustadz Mahmud al-Jawad bekas Mufti Madinah al-Munawarah yang sebelumnya pernah
mengajar di Palopo. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1940 dibangunlah
asrama para pelajar sebagai tempat tinggal dan gedung belajar yang
teratur. Para pengasuh madrasah ini
adalah para Ulama dari Bone sendiri yang pernah mukim dan belajar di Makkah dan
Mesir.
Selanjutnya pada tahun 1932 atas inisiatif Raja Bone Andi
Mappanyukki diadakan “Pertemuan Ulama se-Celebes Selatan” di Watampone, ibukota
kerajaan Bone. Musyawarah tersebut dihadiri oleh 26 Ulama terkemuka dari
seluruh penjuru Sulawesi Selatan termasuk Gurutta H. M. As’ad, di antara isi
pertemuan tersebut adalah membicarakan cara-cara pengelolaan pendidikan Islam
yang sesuai dengan tuntutan zaman bagi generasi pelanjut.Bukti-bukti ini
menunjukkan, bahwa pendidikan Islam sudah lahir sebelum keberadaan Taman Siswa
yang didirikan Ki Hadjar Dewantoro. Bahkan berdirinya lembaga-lembaga
pendidikan Islam tak terkait dan terpengaruh adanya Taman Siswa. Wallahu a’lam! /*
0 komentar:
Posting Komentar