Berbagi Kebaikan untuk Sesama | WA. 085.104.717.000 | donasi via BCA 315.33.000.00
Selasa, 23 Juni 2015
Depok. Suasana berbeda langsung mewarnai
Masjid Ummul Qurro Pesantren Hidayatullah Depok. Diawail dengan qiyamul lail
bersama, kemudian berlanjut shubuh dan ta’’aruf langsung dari Syeikh Naim
Abdullah Sulaeman Abu Shindi.
Di hadapan
para jama’ah, Syeikh Abu Shindi demikian akrab dipanggil mengucapkan syukur dan
terimakasih kepada Baitul Maal Hidayatullah dan Sahabat Al-Aqsha yang telah
menginisiasi program Ramadhan bersama Imam Palestina.“Shubuh kali ini adalah
yang pertama bagi beliau, karena setelah ini beliau akan berkeliling di
Jakarta, Bekasi, dan sekitarnya. Kemudian lanjut ke Surabaya, Balikpapan,
Makassar, Timika dan Batam bersama BMH dan Sahabat Al-Aqsha,” demikian
diungkapkan oleh penerjemah BMH Muhammad Amin kepada para jama’ah.
Selain
taaruf, Abu Shindi mengingatkan agar umat Islam benar-benar mengisi Ramadhan
dengan sebaik-baiknya.“Kita tidak perlu membahas tentang keutamaan Ramadhan,
karena tidak ada habis-habisnya kita membahas keutamaan Ramadhan. Tetapi, mari
kita isi Ramadhan ini dengan sebaik-baiknya. Karena ada banyak keutamaan yang
akan membahagiakan kehidupan kita dunia-akhirat,” ungkapnya yang diterjemahkan
oleh M. Amin.“Bahkan, Rasulullah, telah mempersiapkan diri menyambut Ramadhan
sejak dua bulan sebelumnya,” tegas Abu Shindi.
Program
Ramadhan bersama Palestina ini, nantinya akan memperkuat realisasi program
Pesantren Tahfidz di Palestina yakni Pesantren Tahfidz Abdullah Said
Al-Indonesi dan Pesantren Tahfidz Amin Bahrun Al-Indonesi.Melalui Zakat, Infak
dan Sedekah Anda, mampu kibarkan dakwah keberbagai penjuru negeri hingga
menyediakan Pesantren Tahfidzul Qur’an Indonesia di Palestina*/Ali
Rabu, 17 Juni 2015
Kampus Hidayatullah Sorong, Pemuda Didorong Giat Menulis
Hidayatullah.or.id
— Deputi Bidang Pemberdayaan Pemuda Kementrian Pemuda dan Olahraga Yuni
Poerwanti menegaskan bahwa para pemuda perlu membekali diri dengan keterampilan
jurnalisme warga (citizen journalism) sebagai sumber informasi alternatif bagi
masyarakat.
Pelatihan
yang dihadiri sekitar 250 pemuda dari berbagai organisasi itu diselenggarakan
oleh Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional (PP PON) bekerjasama
dengan Pondok Pesantren Hidayatullah Sorong.
“Para pemuda
jangan tidur dan harus bisa menuangkan pikiran dan ide-ide dalam bentuk tulisan
untuk diinformasikan ke masyarakat melalui berbagai bentuk saluran media, salah
satunya jurnalisme warga,” kata Yuni saat membuka Pelatihan Jurnalisme Warga
yang berlangsung di komplek Pondok Pesantren Hidayatullah di Kecamatan Mayamuk,
Kabupaten Sorong, Inggu (14/6) kemarin.Menurut Yuni yang didampingi Kepala PP PON
Teguh Raharjo dan pimpinan Pondok Pesantren Hidayatullah Sudirman Hambal,
melalui pelatihan jurnalisme warga tersebut para pemuda diharapkan mempunyai
keterampilan untuk mengelola informasi di lingkungan sekitarnya, tanpa harus
menjadi reporter profesional.
Selain para
pemuda dari Kabupaten Sorong, pelatihan dengan nara sumber Dadan Ramdani dari
Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (LPJA) Jakarta itu juga diikuti sekitar
25 peserta Ekspedisi Nusantara Jaya yang kebetulan sedang merapat di Sorong.“Melihat
kemajuan teknologi informasi sekarang ini, jurnalisme warga memang sangat pas
untuk mengembangkan kreativitas mereka dalam mengelola informasi yang ada di
sekitar mereka dan bermanfaat bagi masyarakat luas,” kata Yuni.
Hasan Basri,
mahasiswa asal Universitas Muhammadiyah Sorong mengakui bahwa ia memang sangat
meminati bidang jurnalistik, tapi belum mendapatkan kesempatan untuk
mendalaminya secara lebih mendalam.“Saya senang sekali mendapat kesempatan
untuk mengikuti pelatihan ini yang meski hanya ketrampilan dasar, tapi
setidaknya bisa menambah wawasan saya mengenai seluk beluk dunia jurnalistik,”
kata Hasan.
Tapi Hasan
Basri yang juga aktif dalam sebuah lembaga swadaya masyarakat di Sorong itu
menyampaikan kegalauannya dengan kehidupan pers di Tanah Air yang menurutnya
lebih menampilkan kepentingan pihakk tertentu, terutama media elektronik.“Saya
sering bingung dan tidak tahu harus mempercayai yang mana kalau menyimak berita
dari berbagai media, terutama televisi, Yang satu lebih membela habis-habisan
salah satu pihak, demikian pula dengan media lainnya,” katanya.Fakhtur, peserta
lainnya dari Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Sorong juga mempertanyakan
independensi media massa, terutama yang dikuasai oleh pemilik modal sehingga ia
memilih untuk mencari informasi melalui media alternatif yang berasal dari
media sosial.Selain pelatihan jurnalisme media, juga digelar Kepelatihan
Kepemimpinan dengan nara sumber Muhammad Akbar Satrio, Ketua Al Azhar Youth
Leadership Institute (AYLI) Jakarta.
Meski pelatihan
tersebut digelar di lokasi yang cukup jauh dari pusat Kota Sorong, para peserta
tampak bersemangat dan banyak melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis, baik
mengenai masalah kepemimpinan para elit politik maupun seputar kondisi media
massa di Tanah Air.
Bersama BMH, Mushida Gelar Seminar Internasional dan Aksi Peduli Rohingya
Jakarta.
Mengangkat tema “Muslimah dan Pembangunan Peradaban Islam,” Mushida (Muslimah
Hidayatullah) menggandeng BMH menyelenggarakan seminar Internasional dan aksi
peduli Rohingya yang di ikuti lebih dari 200 perserta.
Acara yang
dihelat di hotel Grand Menteng Jakarta ini dibuka langsung oleh Sekjen PP Muslimat
Hidayatullah, Ir. Amalia Husnah Bahar, MM. Dalam sambutannya, Amalia menuturkan
apresisasinya kepada seluruh peserta.“Bagian penting dari kesuksesan acara ini
adalah kerjasama yang saling menguatkan dari berbagai kalangan umat islam dan
lembaga amil zakat seperti BMH,” jelasnya.
Menghadirkan
narasumber yang berkompeten dari dalam dan luar negeri membuat seminar tersebut
bertambah khitmat, diantara nara sumber yang hadir DR. Nur Saleha M. Saleh
(Ketua Wanita Isma Malaysia), DR. Bibi Jan M. Ayyub (Mantan Ketua Persatuan
Guru Melayu Singapura), Dra Sabriati Aziz, M.Pd.I (Ketua MPP Muslimat
Hidayatullah), dan Santi W Soekanto ( Wartawan dan Relawan Sahabat Al-Aqsha)
serta DR.KH. Abdul Mannan (Ketua PP Hidayatullah).
Dalam
paparannya, DR. Bibi Jan M. Ayyub menjelaskan, pentingnya membangun karakter
anak sedini mungkin dengan madrasah keluarga karena keluarga merupakan wadah
pendidikan pertama bagi serorang anak pemegang generasi masa depan.“Pendidikan
karakter seorang anak harus dimulai dari rumah, bukan di sekolah. Tidak mungkin
mengharapkan karakter dan budi pekerti yang baik dari seorang anak dengan hanya
menyerahkannya pada sekolah,” ungkapnya.
Beliau
menekankan, ayah dan ibu merupakan guru pertama dan utama dalam membangun
akhlak yang mulia bagi anak dengan memberikan ketauladahan.“Bagaimanapun rumah
adalah sekolah utama anak. Ayah dan ibu merupakan guru pertama dan utama dalam
mendidik anak. Sekolah, madrasah, pesantren, masjid dan institusi sosial
lainnya hanya bertugas untuk terus memupuk apa yang telah disemai oleh orang
tua,” sambungnya penuh semangat.
Hal senada
juga disampaikan DR. Nur Saleha M. Saleh, perihal pentingnya ketauladanan dari
orang tua terutama serorang ibu yang merupakan panutan pertama bagi anak,“Betapa
pentingnya keberadaan wanita sholehah dalam menjamin kesejahteraan generasi dan
keturunan. Seorang anak yang rusak bisa menjadi baik jika mendapat pengasuhan
dari seorang ibu yang baik. Sebaiknya, seorang ibu yang rusak akhlaknya hanya
bisa melahirkan generasi yang rusak akhlaknya. Karena itulah, merusak wanita
muslimah menjadi salah satu agenda utama musuh Islam,” jelasnya.
Selain itu,
dipenghujung acara para peserta ikut berpartisipasi dalam penggalangan dana
peduli Muslim Rohingya.“Islam itu bersaudara, perbedaan status kewarganegaraan
tidak menghalangi rasa persaudaraan kita sebagai umat Islam,” tutur Yulia salah
seorang peserta.*/Ali
Berawal dari Dakwah Berlanjut Nikah Berkah
Senduro.
Dakwah sejatinya tanggung jawab setiap Muslim. Namun, di zaman seperti
sekarang, tidak mungkin semua orang terjun berdakwah.Perlu adanya sinergis yang
berkesinambungan. Alhamdulillah, berkat kepercayaan umat, khsusunya para
donatur, BMH atas idzin Allah diberikan kemampuan untuk menginisiasi dan
istiqomah dalam program-program dakwah.
Di antaranya
adalah program dakwah di Senduro Lumajang. Dakwah yang berjalan perlahan namun
berkesinambungan, mendatangkan rahmat-Nya. Sebagian masyarakat suku Tengger di
Senduro memantabkan hati memeluk agama Islam.
Dan,
sebagaimana cara Nabi dalam berdakwah, dimana beliau mengirimkan sahabat untuk
tinggal di tempat baru dan menjalankan tugas-tugas dakwah, seperti itulah yang
bMH lakukan selama ini. “Jadi para dai kami tugaskan di lokasi untuk membangun
interaksi setiap saat, sehingga lebih dekat dengan masyarakat,” ungkap Direktur
Eksekutif BMH, Wahyu Rahman.Alhamdulillah dakwah terus berjalan, hinggga
akhirnya, pada 14 Juni 2015 atas permintaan masyarakat Senduro, para dai
tangguh di Lumajang menginisiasi program Nikah Berkah yang diikuti 100 pasang
Muallaf Tengger.
Seorang
muallaf yang ikut menjadi peserta nikah berkah bertutur, “Islam itu ternyata
mudah. Tidak ribet. Masuknya gampang, menjalankan aturannya ternyata juga
gampang,” ucapnya.
Sekedar
informasi, dakwah di Senduro telah berjalan cukup lama. BMH sendiri telah
mensupport secara penuh beragam kegiatan dakwah di lokasi. Mulai dari
pengiriman dai, pengadaan motor dai, konversi ternak untuk masyarakat dari babi
ke kambing, hingga penyuluhan sederhana dalam bidang pertanian.
Zakat dan
sedekah Anda akan membantu dakwah terus berkibar dan insya Allah akan semakin
mendekatkan masyarakat pada ajaran Islam. Bahkan dalam sisi lain, dakwah juga
akan mencerdaskan umat dan memberdayakan secara ekonomi.*/Ali
Sabtu, 06 Juni 2015
Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan
Balikpapan.
LPPH (Lembaga Pendidikan dan Pengkaderan Hidayatullah) Balikpapan menggelar
acara Pelatihan Kepemimpinan dan Manajemen Pendidikan yang dilaksanakan selama
dua hari, Sabtu-Ahad 30-31 Mei 2015 di Wisma Patra Pertamina Balikpapan.
Acara ini
disponsori khusus oleh BMH Balikpapan bekerja sama dengan LPPH, SIT (Sekolah
Islam Terpadu) Karang Bugis dan Pendidikan Putri Gunung Tembak.Hadir sebagai
peserta sebanyak 50 orang yang terdiri dari kepala-kepala sekolah beserta
wakil-wakilnya dan beberapa guru potensial dari 10 unit pendidikan. Mereka dari
Madrasah Raadhiyatan Mardhiyyah Putra dan Putri, Madrasah Tsanawiyah Putra dan
Putri, Madrasah Ibtidaiyah Putra dan Putri, Ma’had Tahfidz Ahlu Shuffah putra
dan Putri, SDIT dan SMPIT Lukman Hakim.
Menurut Abdul
Ghofar Hadi sebagai ketua LPPH Balikpapan, kegiatan ini banyak menguras
pemikiran dari para peserta karena tidak banyak materi tapi evaluasi diri yang
bersifat personal dari awal hingga akhir sesi.“Kalau dikatakan ada materi
pelatihan maka hanya pengantar saja sekitar 10 menit setiap sesi. Karena inti
kegiatan ini bukan training tapi evaluasi terhadap kepemimpinan dari para
kepala sekolah dan wakilnya selama ini. Sehingga tidak bisa peserta mengantuk
atau bersantai ria,” ujar alumni Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman Al-Hakim
Surabaya (STAIL) itu.
Materi
pertama tentang penilaian kinerja oleh sesama dan kepada diri sendiri yang
dipandu langsung oleh ustadz Abdul Ghofar Hadi.Materi ini dinilai cukup
strategis, sebab terkadang untuk menilai seseorang tercebak subyektifitas
sehingga perlu ada alat ukur dibuat terkait integritas, kedisiplinan, loyalitas
atau komitmen, kualitas diri dan kemampuan dalam kerja sama dalam tim.Kemudian
dilanjutkan oleh ustadz Nasri Buhori (TPA) Tes Kemampuan Akademik. TPA ini ada
materi keislaman, kelembagaan dan dunia pendidikan bagi guru-guru. Soal
berbentuk essay yang cukup banyak menyita waktu dan pikiran dari para peserta.Selanjutnya
materi studi kasus oleh Ustadz Muzakkir Usman untuk menguji kemampuan peserta
dalam menyelesaikan masalah, memutuskan masalah dan kreatifitas problem
solvingnya dari siang hingga sore. Materi ini sederhana tapi strategis untuk
mengetahui daya nalar dan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah.Malam hari
materi analisis hingga tahapan meraih program unggulan oleh ustadz Joko
Mustofa. Pagi harinya pembuatan makalah dengan tema ketrampilan memimpin oleh
ustadz Abdul Ghofar Hadi, di saat yang sama peserta sambil menyelesaikan
makalah dilaksanakan interviw satu persatu oleh tim pewancara yang terdiri
empat tim. Dua tim ustadz dan dua tim ustadzah dengan durasi masing-masing
peserta 15-20 menit.
“Banyak hal
yang bisa didapatkan oleh LPPH terkait data kemampuan para peserta, harapan dan
permasalahan yang selama ini terjadi di unit pendidikan. Insyaallah selanjutnya
setelah mengumpulkan hasil dari para ustadz akan ada tindak lanjut program
training yang lebih intens,” imbuh Abdul Ghofar.“Peserta juga merasa sangat puas
meskipun lelah karena terkuras energi dan pikiran di setiap sesi acara.
Kepuasannya adalah dengan bisa menuangkan pikiran, perasaan baik secara lesan
maupun tulisan. Lelahnya karena nyaris sedikit jeda istirahatnya dalam setiap
sesi,” paparnya.
Kedepan, LPPH
Balikpapan mengagendakan program sekolah orang tua, sekolah guru, pelatihan
pengasuh, pelatihan wali kelas, pelatihan administrasi dan bendahara. Sehingga
ada harapan besar dari semua peserta agar LPPH banyak berperan untuk
mendampingi dan melatih para guru dalam menjalan amanah mendidik putra-putri
menjadi sholeh-sholehah.Kegiatan semacam ini terlaksana tentu karena dukungan
dan kepercayaan umat kepada BMH. Melallui Zakat dan Sedekah, Anda turut serta
memajukan pendidikan bangsa Indonesia*/
Madrasah dan Sejarah Pendidikan Islam Indonesia [2]
Adabiyah School bermula dari Madrasah Adabiah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909
Sambungan artikel PERTAMA
KETIKA La Oddang Datu Larompong, Arung Matoa Wajo ke-47,
memerintah Wajo dari tahun 1926-1933, beliau memiliki pengetahuan agama yang
dalam, karena sejak kecil dididik oleh orangtuanya dalam masalah keagamaan.
Beliau disifatkan sering bergaul dengan para ulama seperti, Haji Makkatu,
seorang ulama yang sangat tegas dalam memberantas segala kemungkaran dan
merintis pengajian yang bersifat kalsikal di Tosora, juga beliau dekat dengan
Haji Muhammad As’ad, seorang Ulama Bugis yang lahir di Makkah, ke Wajo pada tahun
1928, sangat berjasa dalam mengembangkan pendidikan Islam di Sulawesi Selatan
dengan mencetak para ulama berkaliber nasional dan internasional.
Anre Gurutta (AG) Haji Muhammad As’ad memulai pendidikan
dengan memberikan pengajian rutin di rumahnya atau di masjid dengan sistem
halakah. Materi utamanya dititik-beratkan pada akidah dan hukum syariah.
Semakin lama berjalan, pengajiannya semakin terkenal dan didatangi para santri
yang dari perbagi penjuru sehingga sistem halakah (mangaji tudang) tidak cocok
lagi. Bulan Mei 1930 beliau membuka sistem pendidikan formal dengan bentuk
madrasah atau sekolah formal klasikal di samping Masjid Jami’ Sengkang yang
diberi nama Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI). Dua tahun kemudian dibangunlah
gedung sekolah secara permanen di samping masjid atas bantuan pemerintah
kerajaan Wajo bersama tokoh masyarakat. Beliau juga sebagai aktor dan pelopor
pemurnian ajaran Islam dan pembaruan sistem pendidikan Islam modern melaui
Madrasah Arabiyah Islamiyah (MAI) yang berpusat di Sengkang. (Ilham Kadir,
Jejak Dakwah KH. Lanre Said, Ulama Pejuang dari DI/TII hingga Era Reformasi,
2010).
Para alummni MAI Sengkang, bertebaran mendirikan lembaga
pendidikan Islam bercorak pesantren dengan sistem klasikal (modern) di berbagai
daerah. Seperti AG. H. Abdurrahman Ambo Dalle mendirikan MAI Mangkoso lalu
bersama AG. H. Daud Ismail dan AG. H. M. Pabbajah mendirikan Darul Da’wah wal
Irsyad (DDI). AG. H. Daud Ismail juga mendirikan Pesantren Yasrib di
Watangsoppeng. AG. H. Junaid Sulaiman mendirikan Pesantren Ma’had Hadits di
Watangpone, AG. H. Abd. Muin Yusuf mendirikan Pesantren Al Urwatul Wutsqa di
Benteng Rappang, dengan sistem pendidikan dan pemahaman yang secara umum hampir
sama karena berafiliasai pada mazhab syafi’i sebagaimana pemahaman Gurutta H.
M. As’ad sendiri, kecuali KH. Lanre Said yang Mendirikan Pondok Pesantren Darul
Huffadh di Tuju-tuju, Bone, dan KH. Marzuki Hasan pendiri Pondok Pesantren
Darul Istiqamah Maccopa-Maros dan Sinjai memiliki sistem dan pemahaman yang
berbeda karena tidak berpegang kepada salah satu mazhab.
Adapun AG. H. Hamzah Manguluang selain mendirikan pesantren
Babul Khaer di Bulukumba, beliau juga menjadi penulis produktif, di antara
tulisannya yang sangat spektakuler adalah tafsir al-Qur’an 30 Juz lengkap
dengan menggunakan bahasa Bugis, dan inilah salah satu tafsir berbahasa daerah
terlengkap pertama kali di nusantara.Demikian pula di Kerajaan Bone, berkat
bantuan Andi Mappanyukki alias Petta Mangkau Bone, pada tahun 1929 didirikan
sebuah madrasah yang diberi nama Madrasah Amirah di Watampone. Pimpinannya
ialah Abdul Aziz Asy-Syimie berasal dari Mesir, tahun 1935 pimpinan madrasah
beralih ke tangan Ustaz Abdul Hamid al-Misyrie dan selanjutnya digantikan oleh
Ustadz Mahmud al-Jawad bekas Mufti Madinah al-Munawarah yang sebelumnya pernah
mengajar di Palopo. Pada perkembangan selanjutnya, tahun 1940 dibangunlah
asrama para pelajar sebagai tempat tinggal dan gedung belajar yang
teratur. Para pengasuh madrasah ini
adalah para Ulama dari Bone sendiri yang pernah mukim dan belajar di Makkah dan
Mesir.
Selanjutnya pada tahun 1932 atas inisiatif Raja Bone Andi
Mappanyukki diadakan “Pertemuan Ulama se-Celebes Selatan” di Watampone, ibukota
kerajaan Bone. Musyawarah tersebut dihadiri oleh 26 Ulama terkemuka dari
seluruh penjuru Sulawesi Selatan termasuk Gurutta H. M. As’ad, di antara isi
pertemuan tersebut adalah membicarakan cara-cara pengelolaan pendidikan Islam
yang sesuai dengan tuntutan zaman bagi generasi pelanjut.Bukti-bukti ini
menunjukkan, bahwa pendidikan Islam sudah lahir sebelum keberadaan Taman Siswa
yang didirikan Ki Hadjar Dewantoro. Bahkan berdirinya lembaga-lembaga
pendidikan Islam tak terkait dan terpengaruh adanya Taman Siswa. Wallahu a’lam! /*
Kamis, 04 Juni 2015
Madrasah dan Sejarah Pendidikan Islam Indonesia
Pada awal abad ke-20, madrasah-madrasah dengan sistem berkelas (klasikal) mulai muncul di Indonesia
Adabiyah School bermula dari Madrasah Adabiah yang didirikan oleh Syekh Abdullah Ahmad pada tahun 1909
SETIAP tanggal 02 Mei, Bangsa Indonesia memeringati hari
Pendidikan Nasional dengan bertitik-tolak dari tahun 1921, ketika Ki Hadjar
Dewantoro mendirikan lembaga Taman Siswa.
Ki Hadjar pernah terjun di Politik sampai berhasil menduduki
pucuk Pimpinan Partai Nasional Indonesia (PNI), dan mengantarkan dirinya
menduduki Menteri Pengajaran pada Kabinet Pertama Indonesia awal kemerdekaan.Sejatinya
jauh sebelum Ki Hadjar Dewantoro terjun dibidang pendidikan dan mendirikan
lembaga Taman Siswa, sudah tersebar di nusantara lembaga-lembaga Pendidikan
Islam.Pada awal abad ke-20, madrasah-madrasah dengan sistem berkelas (klasikal)
mulai muncul di Indonesia. Menurut penelitian Mahmud Yunus, pendidikan Islam
pertama kali memiliki kelas dan memakai bangku, meja, dan papan tulis adalah
Madrasah Adabiyah (Adabiyah School) di Padang.
Madrasah Adabiyah adalah madrasah pertama di Miangkabau,
bahkan di Indonesia, didirikan oleh Syeikh Abdullah Ahmad pada tahun 1909.
Madrasah ini hidup sampai tahun 1914, kemudian diubah menjadi HIS Adabiyah pada
tahun 1915, yang merupakan HIS pertama di Miangkabau yang memasukkan pelajaran
agama Islam dalam pengajarannya. (baca Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam
di Indonesia, t.th.)Muculnya sekolah-sekolah Islam yang besepadu dengan sistem
pendidikan modern juga tak terlepas dari banyaknya alumni Universitas Al-Azhar
Mesir yang telah menyelesaikan pendidikannya di sana. Mereka adalah hasil dari
sistem pendidikan yang telah direformasi oleh Muhammad Abduh.Setibanya di
Indonesia, mereka mengelolah dan mengajar di sekolah-sekolah agama serta
memasukkan mata pelajaran umum. Lembaga pendidikan yang demikian dinamai
Madrasah Guru Islam atau Sekolah Menengah Islam (SMI).
Di antara madrasah yang juga termasuk awal adalah Al-Jami’ah
Islamiyah, di Sungayang Batusangkar, didirikan oleh Mahmud Yunus pada 20 Maret
1931; Normal Islam (Kuliah Mu’allim Islamiah), didirikan oleh Persatuan
Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Padang pada tanggal 1 April 931 dan dipimpin
oleh Mahmud Yunus, dengan demikian Mahmud Yunus memimpin dua madrasah tingkat
menengah dan tinggi di atas.Ada pula
Islamic College, didirikan oleh Persatuan Muslim Indonesia (Permi) di
Padang pada tanggal 1 Mei 1931, dipimpin oleh Mr. Abdul Hakim.
Kemudian digantikan oleh Mukhtar Yahya tahun 1935.Selanjutnya
berdirilah beberapa madrasah yang memasukkan pengetahuan umum dalam rencana
pendidikannya, di antaranya, Training College didirikan oleh Nasruddin Thaha di
Payakumbuh tahun 1934; Kulliah Muballghin/Muballighat, didirikan oleh
Muhammadiyah di Padang Panjang; Kulliah Muallimat Islamiah, didirikan oleh Rgk.
Rahmah Al-Yunusiah di Padang Pada tanggal 1 Februari 1937; Kulliah Dianah,
didirikan oleh Syakh Ibrahim Musa di Parabek pada tahun 1940 dan dipimpin oleh
H. Bustami A. Gani; Kulliatul Ulum, didirikan oleh Thawalib Padang Panjang dan
dipimpin oleh Engku Mudo Abdul hakim; Kulliah Syariah, didirikan oleh Tarbiyah
Islamiah di Padang Panjang; Nasional Islamic College, didirikan oleh alumni
Islamic College di Padang; Modern Islamic College didirikan oleh St. Sulaiman
dan kawan-kawan di Bukitinggi.
Di Sulawesi Selatan, secara umum para raja-raja memberi
keleluasaan kepada para dai dan ulama sekalihus pendidik untuk mengembangkan
syiar agama Islam dan pendidikan.Raja Gowa yang bergelar Imangimangi Daeng
Matuju Karaeng Bontonompo Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin (1936 – 1946) sudah
menggagas pembukaan Madrasah Islamiyah, bertempat di Jongaya, Gowa. Pengajaran
agama Islam yang diberikan berdasarkan Mazhab Syafi’i. Pimpinan Madrasah
dipegang oleh Asy Syekh Abdullah bin Shadaqah Dahlan, penganjur Mazhab Imam
Syafi’i yang taat.
Madrasah ini dubuka, setelah beberapa bulan Sultan Muhammad
Tahir naik tahta di Gowa pada tahun 1936. Para murid-murid madrasah ini berasal
dari daerah Takalar, Jeneponto, dan Gowa sendiri. Ketika pecah perang dunia ke
II madrasah ini terpaksa ditutup, perang memang selalu membawa petaka!Sebelum
itu, di daerah Campalagian Mandar, menurut catatan, pendidikan dengan sistem
tradisional telah bermula dari tahun 1913 dibawah asuhan H. Maddeppungeng yang
pernah berguru di Makkah Saudi Arabia. Tempat ini menjadi pencetak kader-kader
muballigh Islam di Sulawesi Selatan pada awal abad ke XX. Tempat pendidikan ini
tidak membatasi usia para pelajarnya. (Sarita Pawiloy, Sejarah Perjuangan
Angkatan 45 di Sulawesi Selatan, 1986).
Di kerajaan Wajo ketika diperintah oleh La Mannang
Toapamadeng Puangna Raden Galla, Arung Matoa ke-40 yang berkuasa pada tahun
1821-1825, beliau melakukan berbagai usaha dalam bidang pendidikan dan agama,
seperti: memperluas dan menyempurnakan Masjid Jami’ Tosora; mendatangkan ulama
dari Madinah, (biasa disebut oleh orang Wajo dengan Syeikh Madinah);
mengeluarkan perintah pada raja-raja bawahannya agar masjid yang ada dipelihara
dan diperbaiki, dan yang belum memiliki masjid agar segera membangun supaya
rakyat dapat shalat secara berjamaah; pohon-pohon yang dikeramatkan agar
ditebang; perempuan yang keluar rumah agar menggunakan tutup kepala dan kain
sarung (baca: krudung); dan dari segi pelaksanaan hukum, pemerintah memotong
tangan bagi pencuri atas anjuran Syekh Madinah.
BMH Sahabat Terpercaya
Jakarta. Bertempat di Sawung Manglayang Cilandak Jakarta Selatan, Lembaga Amil Zakat Nasional Baitul Maal Hidayatullah (BMH) menggelar Gathering Media yang dihadiri 25 wartawan dari 15 media nasional.
Gathering Media sendiri dilaksanakan dalam rangka
penyampaian sejarah, kiprah, prestasi dan program BMH selama Ramadhan 1436 H
yang langsung didukung oleh artis peraih favorit pria Panasonic Award Dude
Herlino dengan fokus program utama Dai Tangguh.“Saya pertama kali ketemu BMH
setahun lalu di Smesco, waktu itu dalam acara Talkshow Dai Tangguh yang
menghadirkan dai pedalaman di Merauke dan dai terpencil di Senduro Jawa Timur,”
katanya dengan semangat.“Terus terang, saya nilai ini program yang sangat luar
biasa. Bagaimana mungkin, masih ada orang yang mau konsen dakwah, dari rumah ke
rumah, membina masyarakat, mengajak mereka mengamalkan ajaran-ajaran Islam.
Jadi, sepatutnya, kita sebagai Muslim, ikut mendukung, mensupport, dan
mendoakan agar program Dai Tangguh BMH ini terus bisa dijalankan dan
dilanjutkan,” imbuhnya.“Karena dai itu adalah pewaris ulama-ulama terdahulu,
yang pangkal ujungnya kembali kepada tauladan kita semua, Nabi Muhammad
Shallallahu ‘Alayhi Wasallam. Jadi, saya pikir kita patut mendorong BMH untuk
terus menggulirkan program Dai Tangguh ini,” pungkasnya.
Sementara itu, Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri
Amriel menyatakan bahwa BMH adalah satu-satunya lembaga yang sangat berkesan
dalam perjalanan hidupnya.“Saya tidak begitu sering berjumpa secara lahiriah
dengan teman-teman BMH. Tetapi, dalam perjalanan saya mengenal BMH, saya dengan
bangga mengatakan, BMH adalah sahabat terpercaya,” ungkapnya.Kedepan, Kolumnis
Hidup Mulia di Majalah Mulia BMH itu menegaskan bahwa dirinya telah
merekomendasikan BMH sebagai salah satu lembaga kemanusiaan Islam yang dinilai
mampu ikut membantu pemerintah dalam penanganan kasus kekerasan pada anak
dengan penanganan menyeluruh, mulai dari anak, keluarga dan masyarakatnya.
“Saya melalui pokja Komisi VIII DPR RI merekomendasikan BMH
sebagai lembaga kemanusiaan Islam yang mampu ikut serta memberi solusi kepada
korban kekerasan anak, berikut keluarga dan masyarakat sekitarnya. Jadi, tidak
parsial. Dimana anak dilindungi, sementara anak tercerabut dari keluarga dan
masyarakatnya,” pungkasnya.“Selama Ramadhan, BMH akan meluncurkan 2 program
utama, yakni Sebar 1436 Dai Ramadhan dan Ramadhan Bersama Imam Palestina.
Kemudian, pada 14 Juni 2015, BMH akan menggelar kegiatan Nikah 100 Pasang
Muallaf Senduro di Lumajang Jawa Timur,” demikian ungkap Imam Nawawi Humas BMH
Pusat.